Kamis, 02 April 2015

PAIKEM



Top of Form
Bottom of Form
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pembelajaran PAIKEM
PAIKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Pembelajaran inovatif bisa mengadaptasi dari model pembelajaran yang menyenangkan.
Learning is fun merupakan kunci yang diterapkan dalam pembelajaran inovatif. Jika siswa sudah menanamkan hal ini di pikirannya tidak akan ada lagi siswa yang pasif di kelas. Membangun metode pembelajaran inovatif sendiri bisa dilakukan dengan cara diantaranya mengakomodir setiap karakteristik diri. Artinya mengukur daya kemampuan serap ilmu masing-masing orang. Contohnya saja sebagian orang ada yang berkemampuan dalam menyerap ilmu dengan menggunakan visual atau mengandalkan kemampuan penglihatan, auditory atau kemampuan mendengar, dan kinestetik. Dan hal tersebut harus disesuaikan pula dengan upaya penyeimbangan fungsi otak kiri dan otak kanan yang akan mengakibatkan proses renovasi mental, diantaranya membangun rasa percaya diri siswa.
Kreatif dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (“time on task”) tinggi.
Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.



Secara garis besar, implementasi PAIKEM dapat digambarkan sebagai berikut:
1.      Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
  1. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
  2. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‘pojok baca’
  3. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.
  4. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.

B.     Pemahaman Proses Model Pembelajaran PAIKEM
Aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan merupakan merupakan salah satu model pembelajaran yang ideal. Dengan metode Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM), siswa dapat mendapatkan ide-ide sendiri dalam pembelajaran berlangsung dengan pendekatan lingkungan sekitar. Begitu pula guru dengan berbagai ide segar dan menarik yang dilengkapi dengan contoh praktis untuk diterapkan dalam pembelajaran. Pemahaman mengenai PAIKEM ini diharapkan dapat membantu guru memfasilitasi pembelajaran siswa dengan lebih bermakna.
Meskipun yang diharapkan pertama dan utama adalah keaktifan dan kekreatifitasan peserta didik, namun sebenarnya guru pun dituntut untuk aktif dan kreatif. Agar pembelajaran model ini dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, sudah tentu guru harus merancang pembelajaran dengan baik, melaksanakannya, dan akhirnya menilai hasilnya.
Student centered mengandung pengertian pembelajaran menerapkan strategi pedagogi mengorientasikan siswa/mahasiswa kepada situasi yang bermakna, kontekstual, dunia nyata dan menyediakan sumber belajar, bimbingan, petunjuk bagi pebelajar ketika meraka mengembangkan pengetahuan tentang materi pelajaran yang dipelajarinya sekaligus keterampilan memecahkan masalah. Paradigma yang menempatkan guru/dosen sebagai pusat pembelajaran (teaching) dan siswa sebagai objek, seharusnya diubah dengan menempatkan siswa sebagai subjek yang belajar secara aktif membangun pemahamannya (Learning) dengan jalan merangkai pengalaman yang telah dimiliki dengan pengalaman baru yang dijumpai.
Pengalaman nyata dari lingkungan sekitar menunjukkan bahwa minat dan prestasi siswa dalam bidang sains meningkat secara drastis pada saat: mereka dibantu untuk membangun keterkaitan antara informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah mereka miliki atau mereka kuasai.
Pembelajaran hendaknya dimulai dari masalah-masalah aktual, otentik, relevan dan bermakna bagi siswa. Pembelajaran yang berbasis subjek seringkali tidak relevan dan tidak bermakna bagi siswa sehingga tidak menarik perhatian siswa. Pembelajaran yang dibangun berdasarkan subjek seringkali terlepas dari kejadian aktual di masyarakat. Akibatnya siswa/mahasiswa tidak dapat menerapkan konsep/teori yang dipelajarinya di dalam kehidupan nyata sehari-hari. Dengan pembelajaran yang dimulai dari masalah maka siswa/mahasiswa belajar suatu konsep atau teori dan prinsip sekaligus memecahkan masalah. Dengan demikian sekurang-kurangnya ada dua hasil belajar yang dicapai, yaitu jawaban terhadap masalah (Produk) dan cara memecahkan masalah (proses).
Kemampuan tentang pemecahan masalah lebih dari sekedar akumulasi pengetahuan dan hukum/teori, tetapi merupakan perkembangan kemampuan fleksibilitas, strategi kognitif yang membantu mereka menganalisis situasi tak terduga dan mampu menghasilkan solusi yang bermakna.

Sesuai dengan huruf yang menyusun namanya, pembelajaran PAIKEM adalah salah satu contoh pembelajaran inovatif yang memiliki karakteristik aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
1.      Aktif
pengembang pembelajaran ini beranggapan bahwa belajar merupakan proses aktif merangkai pengalaman untuk memperoleh pemahaman baru. Siswa aktif terlibat di dalam proses belajar mengkonstruksi sendiri pemahamannya. Teori belajar konstruktivisme merupakan titik berangkat pembelajaran ini. Atas dasar itu pembelajaran ini secara sengaja dirancang agar mengaktifkan anak.
Di dalam implementasinya, seorang guru harus merancang dan melaksanakan kegiatan-kegiatan atau strategi-strategi yang memotivasi siswa berperan secara aktif di dalam proses pembelajaran. Mengapa pembelajaran harus mengaktifkan siswa? Hasil penelitian menunjukkan bahwa kita belajar 10% dari yang kita baca, 20% dari yang kita dengar, 30% dari yang kita lihat, 50% dari yang kita lihat dan dengar, 70% dari yang kita ucapkan, dan 90% dari yang kita ucapkan dan kerjakan serta 95% dari apa yang kita ajarkan kepada orang lain (Dryden & Voss, 2000). Artinya belajar paling efektif jika dilakukan secara aktif oleh individu tersebut.
2.      Inovativ
Pembelajaran PAIKEM bisa mengadaptasi dari model pembelajaran yang menyenangkan. Learning is fun merupakan kunci yang diterapkan dalam pembelajaran inovatif. Jika siswa sudah menanamkan hal ini di pikirannya tidak akan ada lagi siswa yang pasif di kelas. Membangun metode pembelajaran inovatif sendiri bisa dilakukan dengan cara diantaranya mengakomodir setiap karakteristik diri. Artinya mengukur daya kemampuan serap ilmu masing-masing orang. Contohnya saja sebagian orang ada yang berkemampuan dalam menyerap ilmu dengan menggunakan visual atau mengandalkan kemampuan penglihatan, auditory atau kemampuan mendengar, dan kinestetik. Dan hal tersebut harus disesuaikan pula dengan upaya penyeimbangan fungsi otak kiri dan otak kanan yang akan mengakibatkan proses renovasi mental, diantaranya membangun rasa percaya diri siswa.
3.      Kreatif
Pembelajaran PAIKEM juga dirancang untuk mampu mengembangkan kreativitas. Pembela haruslah memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, inisiatif, dan kreativitas serta kemandirian siswa sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologisnya. Kemandirian dan kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh semua bentuk pembelajaran. Dengan dua bekal itu setiap orang akan mampu belajar sepanjang hidupnya. Ciri seorang pebelajar yang mandiri adalah: (a) mampu secara cermat mendiagnosis situasi pembelajaran tertentu yang sedang dihadapinya; (b) mampu memilih strategi belajar tertentu untuk menyelesaikan masalah belajarnya; (c) memonitor keefektivan strategi tersebut; dan (d) termotivasi untuk terlibat dalam situasi belajar tersebut sampai masalahnya terselesaikan.
4.      Efektif
Menyiratkan bahwa pembelajaran harus dilakukan sedemikian rupa untuk mencapai semua hasil belajar yang telah dirumuskan. Karena hasil belajar itu beragam, karkteristik efektif dari pembelajaran ini mengacu kepada penggunaan berbagai strategi yang relevan dengan hasil belajarnya. Banyak orang beranggapan bahwa berbagai strategi pembelajaran inovatif termasuk PAIKEM seringkali tidak efisien (memakan waktu) lebih lama dibandingka dengan pembelajaran tradisional/konvensional. Hal tersebut tentu amat mudah dipahami, dalam pembelajaran PAIKEM banyak hasil belajar yang dicapai sehingga memerlukan waktu yang lama, sementara pada pembelajaran tradisional hasil belajar yang dicapai hanya pada tataran kognitif saja.
5.      Menyenangkan
Pembelajaran yang dilaksanakan haruslah dilakukan dengan tetap memperhatikan suasana belajar yang menyenangkan. Mengapa pembelajaran harus menyenangkan? Dryden dan Voss (2000) mengatakan bahwa belajar akan efektif jika suasana pembelajarannya menyenangkan. Seseorang yang secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya memerlukan dukungan suasana dan fasilitas belajar yang maksimal. Suasana yang menyenangkan dan tidak diikuti suasana tegang sangat baik untuk membangkitkan motivasi untuk belajar. Anak-anak pada dasarnya belajar paling efektif pada saat mereka sedang bermain atau melakukan sesuatu yang mengasyikkan. Menurut penelitian, anak-anak menjadi berminat untuk belajar jika topik yang dibahas sedapat mungkin dihubungkan dengan pengalaman mereka dan disesuaikan dengan alam berpikir mereka. Yang dimaksudkan adalah bahwa pokok bahasannya dikaitkan dengan pengalaman siswa sehari-hari dan disesuaikan dengan dunia mereka dan bukan dunia guru sebagai orang dewasa. Apa lagi jika disesuaikan dengan kebiasaan mereka dalam belajar. Ciri yang terakhir ini merupakan ciri pembelajaran kontekstual. Dengan demikian pembelajaran PAKEM sebenarnya juga pembelajaran kontekstual.



C.    Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan strategi PAIKEM
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru agar strategi PAIKEM dapat dilaksanakan dengan baik. Hal-hal tersebut adalah:
1.      Memahami sifat yang dimiliki anak
2.      Mengenal anak secara perorangan
3.      Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
4.      Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memcahkan masalah.
5.      Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
6.      Memanfaatkan lingkungan belajar sebagai sumber belajar
7.      Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
8.      Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental

Minggu, 01 Maret 2015

contoh proposal ptk 2



BAB I
PENDAHULUAN

  1. A.    Latar Belakang Masalah
Pemilihan metode pembelajaran merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran, baik di tingkat pendidikan dasar, maupun menengah. Strategi pembelajaran berhubungan dengan cara-cara yang dipilih guru untuk menyampaikan materi dan memberikan kemudahan pada siswa dalam mencapai tujuan. Pemilihan metode yang tepat juga terkait erat dengan prinsip belajar sepanjang hayat yang mengacu pada empat pilar pendidikan universal sebagaimana dirumuskan Unesco. Keempat pilar tersebut adalah: (1) learning to know yang berarti juga learning to learn, (2) learning to do, (3) learning to be, dan (4) learning to live together.
Pemilihan metode pembelajaran juga berkaitan erat dengan keberhasilan pembelajaran. Karena itu pemilihan metode pembelajaran untuk setiap jenis pembelajaran merupakan ketrampilan yang harus dimiliki oleh guru. Tugas utama seorang guru adalah mendidik siswa dan membantu siswa untuk belajar mendidik dirinya sendiri (Pannen, 1997:3-2). Lebih lanjut dijelaskan bahwa
tugas guru belum berakhir saat selesai menyampaikan pelajaran di depan kelas dengan baik, karena guru yang berhasil adalah yang dapat membina siswa memecahkan masalah yang dihadapi secara mandiri dengan menggunakan konsep, prinsip, dan teori yang telah dipelajari.
Berdasarkan pendapat di atas nampaknya mengajar bukan sekedar proses pengalihan pengetahuan dan ketrampilan. Lebih dari itu pengajar harus mampu membina kemahiran siswa untuk secara kreatif dapat menghadapi situasi  sejenis,  bahkan  situasi baru sama sekali dengan cara yang memuaskan (Ad. Roijakkers, 2005:xix). Dengan demikian pembelajaran di SMA harus mampu membangun pemikiran kreatif yang dapat menelurkan tindakan kreatif. Pilihan metode pembelajarannya juga harus mengembangkan pemikiran dan tindakan kreatif yang sangat diperlukan dalam jaman yang semakin kompetitif seperti saat ini.
Secara sederhana pengertian pembelajaran adalah “upaya untuk membelajarkan siswa” (Degeng, 1990:2). Upaya tersebut tidak hanya berupa bagaimana siswa belajar dengan sendiri, melainkan bertujuan, dan terkontrol. Ungkapan pembelajaran memiliki makna yang lebih dalam untuk mengungkapkan hakikat perancangan (desain) upaya membelajarkan siswa. Hakikat perancangan pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman saat ini menurut E. Mulyasa (2005:107) adalah yang menekankan pada pengembangan kreativitas, rasa ingin tahu, bimbingan dan pengarahan kearah kedewasaan.
Seiring dengan perubahan paradigma pembelajaran kearah konstruktivistik, oleh karena saat ini sangat diperlukan pengetahuan tentang jenis-jenis metode yang dapat mempermudah belajar, lebih menyenangkan bagi peserta didik lebih efektif dan efisien, dan mempunyai daya tarik tinggi. Agar peserta didik aktif selama proses pembelajaran, guru dituntut mampu dan terampil dalam pengambilan keputusan yang tepat melalui penciptaan kondisi belajar yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Menurut Degeng (1990:6), peran guru di sekolah adalah sebagai perancang pembelajaran, pelaksana pembelajaran, dan penilai pembelajaran. Karena itu dalam menyampaikan materi pelajaran, guru harus memiliki strategi agar siswa dapat belajar secara efektif, efisien, mudah memahami pelajaran yang sedang disampaikan, serta mengena pada tujuan. Pemakaian strategi yang tepat akan mempermudah siswa dalam menangkap dan memahami materi yang disampaikan. Selain itu menurut William H. Burton (Dalam Sagala, 2006:61) guru harus berupaya memberikan stimulus, bimbingan, pengarahan, dan dorongan agar terjadi proses belajar.
Pengertian  strategi  adalah garis – garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan (Djamarah, 2002:5). Dalam  dunia  pendidikan  strategi  diartikan  sebagai: a plan, method, or series  of  activities  disigned  to  achieves  a  particular  educational goal (J.R. David, dalam Sanjaya, 2007:124).
Pemilihan metode merupakan bagian penting dalam proses belajar mengajar. Strategi ini berhubungan dengan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dan memberikan kemudahan pada siswa dalam mencapai tujuan. Pemilihan strategi pembelajaran berkaitan erat dengan keberhasilan pembelajaran. Karena itu pemilihan strategi pembelajaran untuk setiap jenis pembelajaran merupakan ketrampilan yang harus dimiliki oleh guru.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa mengajar disebut efektif bila selain menggunakan strategi yang tepat guru harus memperhatikan beberapa faktor lain, yaitu faktor situasi interaksi antar guru, murid dan bahan pelajaran untuk mencapai tujuan. Belajar adalah mengalami, dalam arti belajar terjadi didalam interaksi antara individu dengan lingkungan, baik fisik maupun lingkungan sosial (Winatapura, 2002:2.7). Oleh karena itu diperlukan interaksi belajar mengajar dalam suasana interaksi edukatif, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan, yaitu tujuan yang telah dirancang terlebih dahulu (Sagala, 2006:64).
Dalam interaksi belajar mengajar, guru bukan satu-satunya sumber untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan motivasi belajar bagi peserta didik atau siswa. Tetapi guru harus mampu mempengaruhi dalam proses pembelajaran dan beberapa faktor motivasi kepada peserta didik (Emily Rumpt, june 29,2010). Salah satu cara agar usaha belajar yang dilakukan siswa dapat mencapai prestasi belajar yang maksimal, diperlukan kemampuan guru dalam menggunakan metode mengajar. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka keaktifan siswa perlu diupayakan tercipta dan berjalan terus dengan menggunakan beragam metode mengajar.
Salah satu pilihan metode yang  diterapkan dalam pembelajaran, adalah metode debat. Metode debat dapat menumbuhkan rasa percaya diri/  memotivasi siswa agar berani menyampaikan pendapat/argumentasi melalui keterampilan berbicara bahasa Inggris. Karena kurang percaya diri, siswa tidak termotivasi untuk melakukan pembelajaran jika mereka tidak merasa melihat dan mendengar (Laura Daly, August 24,2010).
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut sudah nampak adanya urgensi masalah, yakni penerapan metode debat. Namun agar lebih jelas kaitan masalah tersebut dengan masalah-masalah lain akan diidentifikasi lebih lanjut.
  1. B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, agar nampak jelas fokus permasalahan yang akan menjadi obyek penelitian ini, akan dilakukan identifikasi masalah-masalah yang terkait.
Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa khususnya pada keterampilan berbicara. Dalam rangka mengatasi perkembangan zaman yang semakin terbuka dan kompetitif, maka guru harus mampu meningkatkan kompetensi siswa didiknya khususnya dalam ketrampilan berbicara bahasa Inggris karena bahasa Inggris merupakan alat berkomunikasi baik secara lisan maupun tertulis yang cukup universal di seluruh dunia.
Berkomunikasi adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, dan perasaan sehingga mampu mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Sedangkan pengertian kemampuan berkomunikasi secara utuh adalah kemampuan berwacana, yakni kemampuan memahami dan/atau menghasilkan teks lisan dan/tulis yang direalisasikan dalam empat ketrampilan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat kemampuan inilah yang digunakan untuk menanggapi atau menciptakan wacana dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, mata pelajaran bahasa Inggris diarahkan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan tersebut agar lulusan mampu menggunakan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi pada literasi tertentu. (Permen Diknas N0.14 tahun 2007 SI paket C)
Kemampuan penguasaan bahasa Inggris pada setiap peserta didik sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam menyampaikan pada saat proses pembelajaran. Ditambahkannya, bahwa belajar bahasa (Inggris) tidak harus dibutuhkan tingkat intelegensi yang tinggi, melainkan kebiasaan dan latihan sehari-hari dalam berbahasa Inggris.
Sejalan dengan pandangan tersebut diatas peneliti selama menjadi guru bahasa Inggris bahwa peserta didik dalam belajar bahasa Inggris lebih mementingkan kaidah berbahasa dan tata bahasa dari pada keberanian untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris. Jika demikian, tujuan utama pembelajaran bahasa Inggris yakni agar peserta didik mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris tidak tercapai.
Untuk mengatasi hal itu, peserta didik hendaknya diberi kesempatan sebanyak mungkin untuk  berbicara  bahasa Inggris dalam berbagai situasi dan kesempatan sehingga mereka termotivasi untuk menggunakan bahasa Inggrisnya dengan baik dan benar.
Agar pembelajaran bahasa Inggris menjadi aktif, kreatif, inovatif, menantang, dan menyenangkan sehingga dapat merangsang kemampuan ketrampilan berbicara dan meningkatkan keberanian peserta didik, maka peneliti akan mengkaji seberapa jauh  metode debat dapat mempengaruhi pada perolehan hasil belajar.
  1. C.      Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah sebagaimana telah diuraikan atas, agar menjadi fokus penelitian menjadi jelas perlu dilakukan penegasan dan pembatasan-pembatasan.
Pertama, metode adalah cara untuk memudahkan siswa belajar. Metode debat merupakan metode pembelajaran yang materi ajarnya dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru.
Kedua, pembatasan pengertian motivasi belajar. Motivasi belajar, seperti halnya motivasi pada umumnya, yaitu suatu sistem yang terdiri dari kekuatan internal dan external yang merupakan kondisi yang mengatifkan individu (siswa)dalam menyelesaikan pekerjaan atau tugas tertentu, dengan berusaha semaksimal mungkin secara konsisten dan berkesinambungan. Motivasi berprestasi tersebut diukur dengan menggunakan instrumen motivasi berprestasi yang dikembangkan berdasar indikator – indikator yang akan dikembangkan, Dalam penelitian ini hasil pengukuran motivasi berprestasi akan dikelompokkan menjadi 2 ketagori, yaitu tinggi dan rendah.
Ketiga, pembatasan pengertian hasil belajar siswa. Yaitu penguasaan materi oleh siswa yang merupakan akumulasi hasil kegiatan belajar yang dilakukan, dinyatakan dalam bentuk angka (kuantitatif), yang diukur dengan menggunakan tes hasil belajar.
  1. D.       Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut di atas, maka permasalahan yang diteliti dirumuskan sebagai berikut:
1.         Apakah penerapan metode debat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap hasil belajar siswa?
2.         Adakah pengaruh motivasi belajar rendah dan tinggi terhadap perolehan hasil belajar siswa ?
3.      Apakah ada interaksi antara penerapan metode debat dan motivasi      terhadap hasil belajar siswa?
  1. E.     Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, rumusan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
  1. Membuktikan Apakah penerapan metode debat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap hasil belajar siswa
  2. Membuktikan Adakah pengaruh metode debat pada  motivasi belajar terhadap perolehan hasil belajar siswa
  3. Membuktikan apakah ada interaksi antara penerapan metode debat dan motivsi  terhadap hasil belajar siswa
  4. F.     Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang diharapkan akan diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
  1. Bagi siswa
Diharapkan untuk memberi pilihan berbagai macam metode pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menyesuaikan gaya belajarnya dan kemampuannya masing-masing. Disamping itu juga untuk memberikan pilihan dan mengenalkan berbagai alternatif strategi dan metode pembelajaran.
  1. Bagi guru
    1. Meningkatkan kemampuan dalam menyampaikan materi pelayanan, khususnya dengan menggunakan berbagai alternatif strategi/metode konstruktivistik.
    2. Meningkatkan kemampuan menerapkan langkah-langkah praktis penggunaan metode debat dalam pembelajaran pelajaran bahasa Inggris
    3. Sebagai landasan dalam melakukan penelitian lanjutan, khususnya yang berkaitan dengan masalah penerapan metode debat.













BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

  1. A.  Deskripsi Teori
1        Metode Debat
Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disunsun menjadi paket pro dan kontra. Siswa di bagi kedalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari enam orang. Didalam kelompoknya, siswa (tiga orang mengambil posisi pro dan tiga orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru.
Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependent) untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus di pandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memvasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recoeder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar ada dalam konsep atau pengertian belajar itu sendiri.
Agar proses pembelajaran melalui metode debat ini lebih efektif, maka penulis akan memberikan gambaran tentang format debat parlemen Australia yaitu :
  1. Gambaran umum
    1. Gambaran umum (Tim Afirmatif) mengajukan sebuah usulan kepada parlemen.
    2. Pihak oposisi (Tim Negatif) menyanggah usulan tersebut.
    3. Masing-masing pihak meyakinkan parlemen (Adjudicator)
    4. Masing-masing mendapat alokasi waktu yang setara untuk mengemukakan pandangannya secara bergantian.
    5. Pelaku
      1. Tim Afirmatif beranggotakan 3 (tiga) orang
      2. Tim negatif berangotakan 3 (tiga) orang
      3. Tugas masing-masing tim
  • Ø Tim afirmatif
  1. Mendefinisikan topik (motion) yang diajukan
  2. Memberikan argumentasi yang mendukung
  • Ø Tim negatif
  1. Menyangga topik (motion) yang di definisikan oleh tim afirmatif
  2. Membangun kasus yang melawan argumentasi tim afirmatif
  3. Bila tim negatif memandang bahwa definisi yang diajukan oleh tim afirmatif tidak sah, tim negatif dapat menagajukan keberatan dan mengajukan definisi baru. Namun dalam hal ini tidak dapat dilakukan semata-mata karena tim negatif berpandangan bahwa defininya sendiri yang lebih tepat
2        Motivasi
2.1      Pengertian Motivasi
Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Wahjosumidjo (1992:174). Dan motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut instrinsik atau faktor di luar diri yang disebut faktor ekstrinsik. Faktor di dalam diri seseorang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman, pendidikan dll. Sedangkan faktor di luar diri, dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber, bisa karena guru, pemimpin atau yang lain.
Kamus Umum Bahasa Indonesia (W.J.S. Purwadarminta 1990:593) memaknai kata motivasi sebagai l) dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu; 2) usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya.
Winkel dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:84) mengemukakan motif adalah  daya  penggerak  di  dalam diri seseorang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas – aktivitas tertentu demi tercapainya tujuan. Berelson dan Steiner dalam  Wahjosumidjo  (1992:203) menyatakan “a motive as an inner stale that energies, aclivitivilies or move, (hence motivation) and that directs or chanel behavior to ward goals”. Sedangkan Duncan Dalam Wahjosumidjo ( 1992:203) menyatakan “From a managerial perspective, motivation refers to any concious attemp to influence behavior toward the accomplishment of organizational goals”. Terjemahan bebasnya sebagai berikut: Motivasi adalah suatu usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar supaya mengarah tercapainya tujuan organisasi.
Dari sumber yang lain ditemukan bahwa motivasi adalah apa yang membuat orang-orang bertindak atau berperilaku dalam cara yang mereka lakukan (Amstrong, 1995). Motivasi adalah dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia (Dimyati, 2006:80). Siagian dalam Dimyati (2006:80) menjelaskan: Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar.
Sedang Duncan (dalam Wahjosumidjo, 1992:178) menyatakan motivasi adalah suatu usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar supaya mengarah tercapainya tujuan organisasi.
Maksudnya, jika seseorang sangat menginginkan sesuatu dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya maka yang bersangkutan akan berupaya untuk mendapatkannya. Dengan kata lain seseorang akan bersedia melakukan pekerjaan apapun untuk orang lain, jika seseorang itu mempunyai motivasi yang kuat.
Dalam bukunya yang lain Armstrong (1988) mendefinisikan motif dan motivasi sebagai berikut :Motif adalah sesuatu yang membuat orang bertindak atau berperilaku dengan cara-cara tertentu, sifatnya umum, permanen dengan pengalaman yang dibawa secara terus menerus. Motivasi berarti memberikan dorongan, semangat, dan inspirasi kerja kepada orang lain untuk bekerja lebih baik dan lebih giat.
Suryabrata (1984:70) menjelaskan motivasi adalah motif yang sudah menjadi aktif pada saat tertentu, sedangkan motif dalam keadaan dalam diri seseorang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
Ardhana (1993) menyebutkan motivasi sebagai unsur yang sangat penting dalam proses pendidikan maupun dalam proses pelaksanaan tugas dalam kehidupan sehari-hari. Suryana (2003:32) menjelaskan bahwa motivasi adalah suatu keadaan dalam diri individu yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam rumusan yang berbeda, Hudoyo (1981:24) mengcmukakan pengertian motivasi sebagai kekuatan pendorong yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dalam mencapai tujuan.
Beberapa ahli tersebut di atas pada umumnya melihat motivasi dari segi individu, sehingga memberi makna pada motivasi sebagai dorongan internal. Pada dasamya motivasi memang sangat bergantung pada faktor internal individu, namun sering juga terjadi transformasi motivasi akibat faktor eksternal. Dengan kata lain dinyatakan bahwa ada faktor internal dan faktor eksternal yang dapat memunculkan motivasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Owens dalam Wahjosumidjo (1992:174) yang memberikan pengertian motivasi sebagai dorongan baik yang datang dari intern pribadi diri seseorang maupun yang datang dari luar, sehingga membuat seseorang melakukan sesuatu. Pendapat senada disampaikan oleh Imim (2004:2) menyebutkan motivasi sebagai tenaga pendorong yang bisa datang dari dalam diri kita sendiri, tetapi bisa pula datang dari luar.
Dari sekian banyak pendapat tentang pengertian motivasi, meskipun dengan beragam rumusan, dapat ditemukan garis singgung yang sama, yaitu bahwa motivasi memiliki karakteristik:
1)      Ada kekuatan pendorong sebagai hasil dari kebutuhan yang muncul secara internal maupun eksternal.
2)      Ada aktivitas penopang perilaku.
3)      Terarah pada tujuan tertentu.
Jadi motivasi timbul karena adanya kebutuhan yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas yang terarah pada satu tujuan. Dalam bentuk yang scderhana motivasi dapat digambarkan dalam kerangka :



Gambar 2.1 Proses motivasi secara umum
2.2      Fungsi Motivasi
Motivasi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas belajar. Dengan adanya motivasi berarti ada dorongan teitentu yang memacu anak untuk belajar. Secara khusus Ngalim Purwanto (1987:81) menjelaskan bahwa motivasi berfungsi :
1)      Mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak sebagai motor yang memberikan energi / kekuatan kepada seseorang.
2)      Menentukan arah perbuatan yaitu ke arah perbuatan atau pcrwujudan suatu tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang ditempuh untuk keberhasilan pencapaian tujuan.
3)      Menyeleksi perbuatan seseorang akhimya menentukan perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan guna mencapai tujuan dengan membuang perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan.
Motivasi merupakan suatu proses yang dapat :
2)      Membimbing anak didik ke arah pengalaman-pengalaman di mana kegiatan itu dapat berlangsung.
3)      Memberikan pada anak didik kekuatan dan aktivitas serta kewaspadaan yang memadai.
4)      Suatu saat mengarahkan anak didik kepada perhatian kepada tujuan.

2.3      Jenis-Jenis Motivasi
Jenis motivasi ada dua, yaitu motivasi primer dan motivasi sekunder atau motivasi sosial. Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar. Motif dasar ini biasanya berhubungan dengan segi biologis atau jasmani manusia. Motivasi ini muncul berdasarkan insting sehingga tidak perlu dipelajari. Jalaludin Rahmat (dalam Dimyati, 2006:87) menyatakan diantara insting yang penting adalah memelihara, mencari makan, melarikan diri, berkelompok, mcmpcrtahankan diri, rasa ingin tahu, membangun dan kawin. Sedangkan Freud dari sumbcr yang sama membagi insting menjadi dua, yaitu insting kehidupan (life instincts) yang berupa makan, minum, istirahat dan memelihara keturunan. Insting yang kedua adalah insting kematian (death instincts) yang tertuju pada penghancuran, merusak, menganiaya, membunuh orang lain atau diri sendiri.
Motivasi yang kedua adalah motivasi sekunder. Motivasi ini dapat dipelajari dan selalu berhubungan dengan orang lain. Karena itu motivasi ini juga disebut motivasi sosial. Para ahli berbeda pendapat dalam pembagian motivasi sekunder atau sosial ini. Diantaranya adalah Thomas dan Znaniecki (dalam Dimyati, 2006:88) yang menyebutkan motivasi spesial berupa (i) pengaiaman baru, (ii) respons, (iii) pengakuan, (iv) rasa aman. McCleland menyebut (i) berprestasi, (ii) kasih sayang, (iii) kekuasaan. Ahli lain, yaitu Maslow dari sumber yang sama merinci motivasi sekunder atas (i) rasa aman, (ii) kasih sayang dan kebersamaan, (iii) penghargaan, (iv) aktualitasi diri.
Motivasi juga dapat dibedakan berdasarkan sumbernya, yaitu motivasi internal dan motivasi eksternal (Dimyati, 2006:90). Motivasi internal adalah motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri. Sedangkan motivasi eksternal yaitu motivasi yang berasal dari luar diri seseorang.
Dari wujudnya motivasi dibedakan atas motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik (Dimyati,2006:91). Motivasi instrinsik memiliki tenaga pendorong sesuai dengan perbuatan yang dilakukan, misalnya membaca semata-mata karena dia ingin menguasai ilmu pengetahuan yang dibaca atau ingin mengetahui jalan ceritanya. Sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan tenaga pendorong yang ada di luar perbuatannya namun menjadi penyebab misalnya jika seorang anak membaca sebuah buku karena ada tugas dari sekolah atau karena ingin mendapat nilai bagus kemudian dapat lulus. Yang perlu digaris bawahi motivasi intrinsik dapat bersifat internal, berasal dari diri sendiri, dapat juga bersifat eksternal karena muncul akibat adanya dorongan dari pihak lain, misalnya guru atau orangtua.
3.   Hasil Belajar
3.1      Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar seringkali disamakan artinya dengan prestasi belajar. Pendapat yang umum mengatakan prestasi adalah sesuatu yang telah didapat melalui atau dengan jalan keuletan kerja yang telah dilakukan seseorang. Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia (WJS Poerwadarminta, 1985:729) dikemukakan pengertian prestasi adalah “hasil yang telah dicapai, dikerjakan, dilakukan dan sebagainya”.
Hadari Nawawi (1981:100) mengemukakan pengertian prestasi sebagai : keberhasilan murid dalam mempelajari materi pembelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk nilai/skor dan hasil tes mengenai sejumlah pelajaran tertentu.
Hasan Sadly (1977:904) mengemukakan pengertian prestasi adalah “Hasil yang dicapai oleh tenaga atau daya kerja seseorang dalam waktu tertentu”. Sedangkan AD Marimba mengatakan prestasi adalah kemampuan seseorang atau kelompok yang secara langsung dapat diukur (1978:143).
Berdasarkan berbagai pendapat seperti tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi adalah suatu hasil yang dicapai seseorang dengan menggunakan kekuatan jasmani atau rohani dalam jangka waktu tertentu.
Mengenai pengertian prestasi belajar juga terdapat beberapa pendapat. Wasti Sumanto (1982:13) memberikan batasan pengertian prestasi belajar sebagai hasil belajar maksimal yang dicapai oleh seseorang murid yang telah melakukan aktifitas belajar. Sedangkan Soetjipto (1976:109) mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang telah dicapai dalam menguasai bahan, kecakapan, sikap dan pengertian.
Jadi prestasi belajar akan diperoleh seseorang setelah melakukan aktifitas bclajar. Hasil atau prestasi belajar dapat berupa kecakapan, sikap dan ketrampilan. Berdasarkan uraian tentang belajar, prestasi dan prestasi belajar seperti diatas maka jika disimpulkan secara luas, prestasi belajar adalah kemampuan yang dimiliki atau yang berhasil dicapai oleh seorang pelajar yang menunjukkan hasil kerjanya, yang dinyatakan dengan kualitas atau kuantitas (berupa angka-angka).
Prestasi belajar mempunyai hubungan yang erat dengan hasil belajar, karena sesungguhnya sangat sulit untuk membedakan pengertian prestasi dengan hasil. Jadi pengcrtian prestasi belajar dapat dianggap sama dengan pengertian hasil belajar. Namun sebaiknya kita simak pendapat yang mengatakan bahwa prestasi belajar bcrbeda secara prinsipil dengan hasil belajar. Prestasi belajar menunjukkan kualitas jangka waktu yang lebih panjang, misalnya satu cawu, satu semester, dsb. Sedangkan hasil belajar menunjukkan kualitas yang lebih pendek, misalnya satu pokok bahasan, salu kali ulangnn harian, dsb.
Dilihat dari tujuan yang hendak dicapai, prestasi belajar dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
a)      Prestasi belajar yang berupa kemampuan ketrampilan atau kecakapan didalam melakukan atau mengerjakan tugas, termasuk didalamnya ketrampilan mcnggunakan alat.
b)      Prestasi belajar yang berupa kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan mengenai apa yang dikerjakan.
c)      Prestasi belajar yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku (Hadari Nawawi, 1981:127).
Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar memiliki dimensi yang sangat luas, meliputi banyak aspek dan dipengaruhi oleh banyak faktor.

3.2   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar atau prestasi belajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Ngalim Purwanto (1987:106), mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah : faktor yang berada di dalam diri individu itu sendiri atau disebut faktor individual, dan faktor diluar diri individu yang disebut faktor sosial.
Yang termasuk faktor individual misalnya: tingkat usia atau kematangan, intelegensi atau kecerdasan, motivasi, dan faktor pribadi. Sedangkan faktor sosial meliputi : status keluarga, keadaan rumah, guru, lingkungan sekitar, dsb.
Setiap proses belajar, baik yang berlangsung di rumah, di sekolah atau dimana saja, tentu terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya. Namun demikian perlu disadari bersama bahwa belajar sebagai proses dapat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain: faktor murid, guru, lingkungan, media, dan lain sebagainya. Kesemua faktor tersebut erat kaitannya dengan siklus kehidupan manusia. Oleh karena itu belajar dalam arti luas sebenarnya adalah “proses yang memungkinkan timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku baru yang bukan disebabkan oleh adanya kematangan atau keadaan perubahan sementara karena keadaan waktu”. (Hadari Nawawi, 1981:130).
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses atau kegiatan belajar adalah: Keadaan khusus atau sifat pribadi seseorang, Keadaan bahan yang dipelajari dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan metode belajar.
Keadaan khusus atau sifat pribadi seseorang meliputi faktor-faktor:
  1. Kemampuan. Setiap  orang berbeda dalam hal kemampuan belajar. Ada yang memiliki kemampuan tinggi, sebaliknya ada yang sedang atau rendah. Perbedaan inilah yang menyebabkan perbedaan kemampuan dalam mencapai hasil belajar.
  2. Kehendak atau kemauan. Kemauan seseorang sangat mempengaruhi corak perbuatan seseorang. Meskipun seseorang mampu mengerjakan sesuatu, akan tetapi tidak memiliki kemauan yang kuat, maka hasil yang diperoleh jtiga akan kurang. Demikian pula sebaliknya.
  3. Umur. Makin dewasa atau makin bertambah umur seseorang, akan makin bertambah baik proses mentalnya. Namun perkembangan ini ada batasnya pada usia tertentu dan penambahan perkembangan ini tidak selalu sama sepanjang umur seseorang.
  1. Pembelajaran Berbicara
Menyimak dan berbicara merupakan ketrampilan berbahasa lisan yang amat fungsional dalam kehidupan manusia sehari-hari. Betapa tidak karena dengan menyimak dan berbicara kita dapat memperoleh dan menyampaikan informasi. Hal itu telah kita pelajari bersaama
, bahwa dalam kegiatan berkomunikasi lisan, kegiatan menyimak dan berbicara merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan. Oleh sebab itu sangatlah beralasan apabila setiap orang, lebih-lebih peserta didik, di tuntut ketrampilannya untuk mampu menyimak dan berbicara dengan baik.
Melatih dan meningkatkan ketrampilan peserta didik dalam berbahasa lian merupakan salah satu tugas guru. Guru yang berpengalaman dan kreatif rasanya tidak akan mengalami kesulitan dalam memilih strategi yang tepat untuk memilih tugas itu.
Agar strateginya mencapai sasaran, maka perlu di perhatikan beberapa prinsip yang melandasi pembelajaran berbahasa lisan seperti berikut ini :
  1. 1.    Pengajaran ketrampilan berbahasa lisan harus mempunyai tujuan yang jelas yang diketahui oleh guru dan siswa
  2. 2.    Pengajaran ketrampilan berbahasa lisan disusun dari yang sederhana ke yang lebih komplek, sesuai dengan tingkat perkembangan bahasa siswa.
  3. 3.    Pengajaran ketrampilan berbahasa lisan harus mampu menumbuhkan partisipasi aktif aktif pada diri siswa
  4. 4.    Pengajaran ketrampilan berbahsa lisan harus benar-benar mengajar, bukan menguji. Artinya skor yang diperoleh siswa harus dipandang sebagai balikan bagi guru.

  1. B.  HIPOTESIS
Berdasarkan kajian teori yang  diuraikan di atas, dapat dirumuskan hipotesis kerja (Ha) sebagai berikut:
  1. Penerapan metode debat dapat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap hasil belajar siswa.
  2. Motivasi belajar tinggi dengan rendah berpengaruh signifikan terhadap perolehan hasil belajar siswa.
  3. Terdapat pengaruh interaktif penerapan metode debat  dan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa.
BAB III
METODE PENELITIAN
  1. A.    Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian sering disebut desain penelitian. Mukadis, (2003:44) mengemukakan bahwa rancangan penelitian merupakan kerangka penelitian yang merupakan alur pelaksanaan kegiatan penelitian dalam rangka memperoleh, mengumpulkan, menyusun, mengklarifikasikan dan menganalisa data. Selain itu rancangan penelitian pada dasarnya merupakan strategi untuk mendapatkan data yang dibutuhkan untuk keperluan pengujian hipotesis.
Pelaksanaan penelitian ini menggunakan model rancangan penelitian eksperimen dengan tiga kelompok subyek yang ditetapkan secara acak. Pelaksanakan eksperimen terdiri dari rangkaian kegiatan: penetapan kelompok secara acak, pengukuran tingkat motivasi, pelaksanaan pembelajaran dengan metode debat, serta diakhiri dengan pelaksanaan tes hasil belajar.
  1. B.     Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian  ini  dilakukan di SMA Negeri I Taman dan SMA Negeri 4 Sidoarjo.
Waktu penelitian sejak diajukan proposal penelitian sampai dengan selesainya penyusunan laporan, diperkirakan memerlukan waktu selama 3 (tiga) bulan, yaitu mulai bulan Nopember 2010 – Februari 2011.
  1. C.    Populasi dan Sampel Penelitian
    1. 1.      Populasi
Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XII semester 1 (satu) tahun pelajaran 2010/2011 SMAN I Taman dan SMAN 4 Sidoarjo jurusan IPS sebanyak 223 siswa. Kondisi dan karakteristik dari 6 kelas tersebut dianggap telah cukup homogin. Oleh sebab itu, tidak diperlukan randomisasi sebelum eksperimen dilakukan.
  1. 2.      Sampel
Sampel adalah sejumlah atau sebagian individu yang diselidiki (Sutrisno Hadi, 1986:71). Pendapat lain menyatakan sampel adalah sebagian dari populasi terjangkau yang memiliki sifat sama dengan populasi (Nana Sudjana, 1989:85).
Mengingat jumlah populasi yang 6 kelas, dan desain penelitian ini juga membutuhkan 6 kelas/kelompok, maka sampel penelitian ini ditetapkan seluruh populasi digunakan sebagai sampel. Dengan demikian dapat pula dikatakan penelitian ini adalah penelitian populasi.
  1. D.    Variabel dan Definisi Operasional Variabel Penelitian
Menurut Sanafiah Faisal (1982:82), Variabel ialah kondisi atau karakteristik yang oleh pengeksperimen dimanipulasikan dalam rangka untuk menerangkan hubungan dengan fenomena yang diobservasi, sedangkan menurut Nana Sudjana (1989:11), menyatakan variabel adalah ciri atau karakteristik dari individu, obyek, peristiwa, yang nilainya bisa berubah-ubah. Sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan, dalam penelitian ini dapat diidentifikasi variabel-variabel sebagai berikut:
1)      Variabel Bebas.
Yang berkedudukan sebagai variabel bebas dalam penelitian ini adalah Penerapan metode debat.
2)      Variabel Terikat
Yang berkedudukan sebagai variabel terikat pada penelitian ini adalah hasil belajar siswa.
3)      Variabel Moderator
Yang berkedudukan sebagai variabel moderator pada penelitian ini adalah: Motivasi siswa.
E. Instrumen Penelitian dan Pengumpulan Data
  1. 1.      Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk memperoleh atau mengumpulkan data dalam rangka memecahkan masalah penelitian atau mencapai tujuan penelitian. (Mukadis, 2003:71). Instrumen penelitian adalah alat pada waktu penelitian menggunakan sesuatu metode. Misalnya instrumen untuk metode tes adalah soal tes, instrumen untuk metode questioner atau angket adalah angket/questioner, untuk metode observasi adalah chek list, dan seterusnya (Suharsimi Arikunto, 1983:121).
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian ini adalah:
1)      Silabus, yaitu instrumen yang digunakan untuk pengembangan perlakuan yaitu penerapan metode debat.
2)      Tes hasil belajar, yaitu instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data variabel terikat hasil belajar siswa.
Tes yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes kemampuan (ability test). Jenis tes berupa tes buatan guru (teacher-made test) karena yang ingin diketahui adalah hasil belajar.
3)      Questioner motivasi, yaitu instrumen yang digunakan   untuk mengukur variabel moderator.
1.1      Analisis Validitas Instrumen
Analisis validitas dimaksudkan untuk membuktikan validitas (kesahihan), yaitu apakah pertanyaan-pertanyaan dalam angket mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh tes/angket tersebut. Yang akan diukur dalam hal ini adalah prestasi belajar dan motivasi belajar siswa.
Lebih lanjut menurut Nana Sudjana (1989:264) pengembangan butir soal untuk acuan kriteria, tingkat kesukaran, dan daya pembeda tidak diperhatikan, karena maksud soal ini bukan membedakan siswa yang pintar dan bodoh, tetapi melihat tingkat penguasaan seseorang terhadap tujuan instruksional.
1.2      Analisis Reliabilitas Instrumen
Sebuah tes/angket dikatakan reliabel (andal) jika jawaban-jawaban yang diberikan responden atas pertanyaan-pertanyaan dalam tes/angket konsisten atau stabil.
Sedangkan untuk mengetahui reliabilitas instrumen digunakan pedoman, pengambilan keputusan sebagai berikut: jika koefisien Alpha (hasil analisis) > r-tabel berarti reliabel. Sebaliknya jika koefisien Alpha (hasil analisis) < r-tabel, maka instrumen dinyatakan tidak reliabel.
Hasil analisis reliabilitas instrumen (angket dan tes) yang dinyatakan dengan koefisien Alpha, berdasarkan rangkuman hasil analisis sebagaimana disajikan pada tabel di atas, diketahui bahwa untuk angket sebesar: 0,9546, dan untuk tes sebesar: 0,9804.
Koefisien Alpha tersebut jauh diatas nilai r-tabel, maka  instrumen penelitian baik angket maupun tes hasil belajar dinyatakan reliabel.
  1. 2.      Teknik Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data penelitian ini meliputi pelaksanaan perlakuan, dan pengukuran variabel-variabel penelitian. Pelaksanaan perlakuan di masing-masing kelas dilakukan sendiri oleh peneliti karena memang mengajar mata pelajaran yang bersangkutan.
Data variabel moderator (motivasii) dikumpulkan pada awal pelaksanaan eksperimen, menggunakan questioner yang telah disusun. Yang dimaksud angket/questionare menurut Suharsimi Arikunto (1983:124) sebagai berikut: ”Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk mernperoleh informasi dan responden dalam arti laporan tentang diri pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui” Suharsimi Arikunto (1983:125-126) lebih lanjut juga memaparkan bahwa kuesioner memiliki banyak keuntungan/keunggulan.
F.     Teknik Analisis Data.
  1. 1.      Jenis Analisis Data.
Teknik analisis data yang akan digunakan meliputi 2 jenis, yaitu:
1)      Analisis statistika deskriptif, digunakan untuk mendeskripsikan data-data yang diperoleh untuk masing-masing variabel. Analisis deskriptif akan disajikan dengan tabel-tabel dan gambar/grafik untuk data yang diperoleh dari masing-masing variabel.
2)      Analisis statistika inferensi, digunakan untuk:
  1. Melakukan uji asumsi, yaitu untuk memenuhi syarat sebelum dilakukan uji statistika inferensi dengan Anava. Uji asumsi dilakukan untuk mengetahui normalitas dan homogenitas varians. Jika hasil uji normalitas dan homogenitas menunjukkan taraf signifikansi (sign.) < 0,05 (5%) berarti tidak signifikan, berarti skor tes hasil belajar 3 kelompok subyek (yang diberi perlakuan berbeda) berdistribusi normal dan homogin. Sebaliknya jika hasil uji normalitas dan homogenitas menunjukkan taraf signifikansi (sign.) < 0.05 (5%) berarti signifikan, artinya skor tes hasil belajar 3 kelompok subyek distribusinya tidak normal atau tidak homogin.
  2. Melakukan uji statistik untuk pengujian hipotesis, dalam hal ini akan dilakukan dengan: Teknik analisis varians (Anava) 2-jalur.
Sebelum dilakukan analisis varians (Anava) sebagaimana ketentuan yang dipersyaratkan, terlebih dahulu seluruh data akan  dilakukan uji asumi, untuk mengetahui normalitas distribusi data dan homogenitas varians seluruh data.
Sedangkan format tabel kerja persiapan analisisnya adalah:
Tabel 3.3: Format tabel kerja untuk persiapan analisis
Nomor Responden
Motivasi
Hasil Belajar
Skor
Kode *)
Skor
Metode debat
1

1


2

2


3

1


4

1


5

1


6

2


N




Jumlah




Keterangan :
*)   Kode 1 = Motivasi Tinggi
Kode 2 = Motivasi rendah
Untuk memudahkan seluruh proses analisis, dan agar lebih meyakinkan hasil analisis data, dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS for windows Version 16.00.



  1. 2.      Norma Keputusan Pengujian Hipotesis.
Setelah seluruh data dianalisis dan diketemukan hasilnya, kemudian dikonsultasikan dengan norma keputusan untuk mempermudah penafsiran hasilnya. Norma keputusan yang digunakan untuk pengujian hipotesis adalah:
  1. Jika signifikansi hasil analisis (Sign.) < 0.05 (5%), berarti signifikan, artinya hipotesis kerja (Ha) diterima, Hipotesis nihil (Ho) ditolak.
  2. Jika signifikansi hasil analisis (Sign.) > 0.05 (5%), berarti tidak signifikan, artinya hipotesis kerja (Ha) ditolak, Hipotesis nihil (Ho) diterima.

DAFTAR PUSTAKA
A.D. Marimba, 1978, Psikologi Perkembangan, Jakarta, Aksara Baru.
A.D. Rooijakkers, 2005, Mengajar Dengan Sukses, Jakarta, Grasindo.
Ardhana, W. 1992. Konsepsi Metode Penelitian dalam Bidang Teknologi Pembelajaran Jurnal Teknologi Pembelajaran: Teori dan Penelitian, 1(1): 1-12.
Armstrong, Thomas, 2002, Sekolah Para Juara, Bandung, Kaifa.
Daly, Laura, 2010, Master of Arts Teaching and Leadership Program, Saint Xavier University, Chicago, Illinois, di akses selasa 24 Agustus 2010 jam 13.32
Degeng, Nyoman Sudana, 1989, Ilmu Pengajaran Taksonomi Variabel, Jakarta: PPLPTK.
Dimyati dan Mudjiono, 2006, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta.
E. Mulyasa, 2005, Menjadi Guru Profesional, Bandung, PT Remaja Rosdakarya.
Hadari Nawawi, 1991, Metode-Metode Mengajar, Jakarta, Pustaka Pelajar.
Hasan Sadely 1997, Didaktik Asas-Asas Mengajar, Bandung, Angkasa.
Hudojo, Herman, 1981, Interaksi Belajar Mengajar Matematika, Jakarta, P2LPTK.
Mukadis, 2003, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya University Press, IKIP Surabaya.
_____________________, 2004, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran,  Pustaka Bani Quraisy.
Nana Sudjana,  1986, CBSA Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung, Cemara
Ngalim Purwanto, 1995, Prinsip-Prinsip Proses Belajar Mengajar, Jakarta, Tintamas.
Priyana, Joko, 2008, Interlanguage : English for Senior High SchoolStudents XII, Jakarta, Grasindo
Rumpf, Emily, 2010, The Influence of secondary Social studies Teachers’ opinions of Teaching and Learning,ERIC YOURNALS, di akses selasa 24 Agustus 2010, jam 13. 53
Sanjaya, Wina, 2007, Strategi Pembelajaran (Berorientasi standar proses pendidikan), Jakarta, Kencana Prenada Media Group.
Th.M. Sudarwati, 2007, An English Course for Senior High School Students Year XII, Jakarta, Airlangga
Suharsimi Arikunto, 1993, Prosedur Penelitian Suatu Pengantar, Bandung, Tarsito.
Suryabrata, B., 1984, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Rineka Cipta, Jakarta.
Sutrisno Hadi, 1996, Metodologi Research jilid I, Yogyakarta, Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.
Wahjosumidjo, 1992, Kepemimpinan dan Motivasi, Jakarta, Ghalia Indonesia.
Winatapura, Udin, S., 2002, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Universitas Terbuka.
WJS. Poerwadarminto 1987, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta