BAB
I
PENDAHULUAN
- A. Latar Belakang Masalah
Pemilihan metode pembelajaran
merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran, baik di tingkat pendidikan
dasar, maupun menengah. Strategi pembelajaran berhubungan dengan cara-cara yang
dipilih guru untuk menyampaikan materi dan memberikan kemudahan pada siswa
dalam mencapai tujuan. Pemilihan metode yang tepat juga terkait erat dengan
prinsip belajar sepanjang hayat yang mengacu pada empat pilar pendidikan
universal sebagaimana dirumuskan Unesco. Keempat pilar tersebut adalah: (1)
learning to know yang berarti juga learning to learn, (2) learning to
do, (3) learning to be, dan (4) learning to live together.
Pemilihan metode pembelajaran juga
berkaitan erat dengan keberhasilan pembelajaran. Karena itu pemilihan metode
pembelajaran untuk setiap jenis pembelajaran merupakan ketrampilan yang harus
dimiliki oleh guru. Tugas utama seorang guru adalah mendidik siswa dan membantu
siswa untuk belajar mendidik dirinya sendiri (Pannen, 1997:3-2). Lebih lanjut
dijelaskan bahwa
tugas guru belum berakhir saat
selesai menyampaikan pelajaran di depan kelas dengan baik, karena guru yang
berhasil adalah yang dapat membina siswa memecahkan masalah yang dihadapi
secara mandiri dengan menggunakan konsep, prinsip, dan teori yang telah
dipelajari.
Berdasarkan pendapat di atas nampaknya
mengajar bukan sekedar proses pengalihan pengetahuan dan ketrampilan. Lebih
dari itu pengajar harus mampu membina kemahiran siswa untuk secara
kreatif dapat menghadapi situasi sejenis, bahkan situasi baru
sama sekali dengan cara yang memuaskan (Ad. Roijakkers, 2005:xix). Dengan
demikian pembelajaran di SMA harus mampu membangun pemikiran kreatif yang dapat
menelurkan tindakan kreatif. Pilihan metode pembelajarannya juga harus
mengembangkan pemikiran dan tindakan kreatif yang sangat diperlukan dalam jaman
yang semakin kompetitif seperti saat ini.
Secara sederhana pengertian
pembelajaran adalah “upaya untuk membelajarkan siswa” (Degeng, 1990:2). Upaya
tersebut tidak hanya berupa bagaimana siswa belajar dengan sendiri, melainkan
bertujuan, dan terkontrol. Ungkapan pembelajaran memiliki makna yang lebih
dalam untuk mengungkapkan hakikat perancangan (desain) upaya membelajarkan
siswa. Hakikat perancangan pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan
perkembangan jaman saat ini menurut E. Mulyasa (2005:107) adalah yang
menekankan pada pengembangan kreativitas, rasa ingin tahu, bimbingan dan
pengarahan kearah kedewasaan.
Seiring dengan perubahan paradigma
pembelajaran kearah konstruktivistik, oleh karena saat ini sangat diperlukan
pengetahuan tentang jenis-jenis metode yang dapat mempermudah belajar, lebih
menyenangkan bagi peserta didik lebih efektif dan efisien, dan mempunyai daya
tarik tinggi. Agar peserta didik aktif selama proses pembelajaran, guru
dituntut mampu dan terampil dalam pengambilan keputusan yang tepat melalui
penciptaan kondisi belajar yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Menurut Degeng (1990:6), peran guru
di sekolah adalah sebagai perancang pembelajaran, pelaksana pembelajaran, dan
penilai pembelajaran. Karena itu dalam menyampaikan materi pelajaran, guru
harus memiliki strategi agar siswa dapat belajar secara efektif, efisien, mudah
memahami pelajaran yang sedang disampaikan, serta mengena pada tujuan.
Pemakaian strategi yang tepat akan mempermudah siswa dalam menangkap dan
memahami materi yang disampaikan. Selain itu menurut William H. Burton (Dalam
Sagala, 2006:61) guru harus berupaya memberikan stimulus, bimbingan,
pengarahan, dan dorongan agar terjadi proses belajar.
Pengertian strategi
adalah garis – garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai tujuan
yang telah ditentukan (Djamarah, 2002:5). Dalam dunia pendidikan
strategi diartikan sebagai: a plan, method, or series
of activities disigned to achieves a
particular educational goal (J.R. David, dalam Sanjaya,
2007:124).
Pemilihan metode merupakan bagian
penting dalam proses belajar mengajar. Strategi ini berhubungan dengan
cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dan memberikan
kemudahan pada siswa dalam mencapai tujuan. Pemilihan strategi pembelajaran
berkaitan erat dengan keberhasilan pembelajaran. Karena itu pemilihan strategi
pembelajaran untuk setiap jenis pembelajaran merupakan ketrampilan yang harus
dimiliki oleh guru.
Sebagaimana telah dikemukakan di
atas, bahwa mengajar disebut efektif bila selain menggunakan strategi yang
tepat guru harus memperhatikan beberapa faktor lain, yaitu faktor situasi
interaksi antar guru, murid dan bahan pelajaran untuk mencapai tujuan. Belajar
adalah mengalami, dalam arti belajar terjadi didalam interaksi antara individu
dengan lingkungan, baik fisik maupun lingkungan sosial (Winatapura, 2002:2.7).
Oleh karena itu diperlukan interaksi belajar mengajar dalam suasana interaksi
edukatif, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan, yaitu tujuan yang telah dirancang
terlebih dahulu (Sagala, 2006:64).
Dalam interaksi belajar mengajar,
guru bukan satu-satunya sumber untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan motivasi
belajar bagi peserta didik atau siswa. Tetapi guru harus mampu mempengaruhi
dalam proses pembelajaran dan beberapa faktor motivasi kepada peserta didik
(Emily Rumpt, june 29,2010). Salah satu cara agar usaha belajar yang dilakukan
siswa dapat mencapai prestasi belajar yang maksimal, diperlukan kemampuan guru
dalam menggunakan metode mengajar. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka
keaktifan siswa perlu diupayakan tercipta dan berjalan terus dengan menggunakan
beragam metode mengajar.
Salah satu pilihan metode yang
diterapkan dalam pembelajaran, adalah metode debat. Metode debat dapat
menumbuhkan rasa percaya diri/ memotivasi siswa agar berani menyampaikan
pendapat/argumentasi melalui keterampilan berbicara bahasa Inggris. Karena
kurang percaya diri, siswa tidak termotivasi untuk melakukan pembelajaran jika
mereka tidak merasa melihat dan mendengar (Laura Daly, August 24,2010).
Berdasarkan latar belakang masalah
tersebut sudah nampak adanya urgensi masalah, yakni penerapan metode debat.
Namun agar lebih jelas kaitan masalah tersebut dengan masalah-masalah lain akan
diidentifikasi lebih lanjut.
- B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar
belakang masalah di atas, agar nampak jelas fokus permasalahan yang akan
menjadi obyek penelitian ini, akan dilakukan identifikasi masalah-masalah yang
terkait.
Metode debat merupakan salah satu
metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik
siswa khususnya pada keterampilan berbicara. Dalam rangka mengatasi
perkembangan zaman yang semakin terbuka dan kompetitif, maka guru harus mampu
meningkatkan kompetensi siswa didiknya khususnya dalam ketrampilan berbicara
bahasa Inggris karena bahasa Inggris merupakan alat berkomunikasi baik secara
lisan maupun tertulis yang cukup universal di seluruh dunia.
Berkomunikasi adalah memahami dan
mengungkapkan informasi, pikiran, dan perasaan sehingga mampu mengembangkan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Sedangkan pengertian kemampuan
berkomunikasi secara utuh adalah kemampuan berwacana, yakni kemampuan memahami
dan/atau menghasilkan teks lisan dan/tulis yang direalisasikan dalam empat ketrampilan
berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat
kemampuan inilah yang digunakan untuk menanggapi atau menciptakan wacana dalam
kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, mata pelajaran bahasa Inggris
diarahkan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan tersebut agar lulusan
mampu menggunakan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi pada literasi
tertentu. (Permen Diknas N0.14 tahun 2007 SI paket C)
Kemampuan penguasaan bahasa Inggris
pada setiap peserta didik sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam
menyampaikan pada saat proses pembelajaran. Ditambahkannya, bahwa belajar
bahasa (Inggris) tidak harus dibutuhkan tingkat intelegensi yang tinggi,
melainkan kebiasaan dan latihan sehari-hari dalam berbahasa Inggris.
Sejalan dengan pandangan tersebut
diatas peneliti selama menjadi guru bahasa Inggris bahwa peserta didik dalam
belajar bahasa Inggris lebih mementingkan kaidah berbahasa dan tata bahasa dari
pada keberanian untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris. Jika demikian,
tujuan utama pembelajaran bahasa Inggris yakni agar peserta didik mampu
berkomunikasi dalam bahasa Inggris tidak tercapai.
Untuk mengatasi hal itu, peserta
didik hendaknya diberi kesempatan sebanyak mungkin untuk berbicara
bahasa Inggris dalam berbagai situasi dan kesempatan sehingga mereka
termotivasi untuk menggunakan bahasa Inggrisnya dengan baik dan benar.
Agar pembelajaran bahasa Inggris
menjadi aktif, kreatif, inovatif, menantang, dan menyenangkan sehingga dapat
merangsang kemampuan ketrampilan berbicara dan meningkatkan keberanian peserta
didik, maka peneliti akan mengkaji seberapa jauh metode debat dapat
mempengaruhi pada perolehan hasil belajar.
- C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan
identifikasi masalah sebagaimana telah diuraikan atas, agar menjadi fokus
penelitian menjadi jelas perlu dilakukan penegasan dan pembatasan-pembatasan.
Pertama, metode adalah cara untuk
memudahkan siswa belajar. Metode debat merupakan metode pembelajaran yang
materi ajarnya dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi
ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di
dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya
dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan.
Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra
diberikan kepada guru.
Kedua, pembatasan pengertian
motivasi belajar. Motivasi belajar, seperti halnya motivasi pada umumnya, yaitu
suatu sistem yang terdiri dari kekuatan internal dan external yang merupakan
kondisi yang mengatifkan individu (siswa)dalam menyelesaikan pekerjaan atau
tugas tertentu, dengan berusaha semaksimal mungkin secara konsisten dan
berkesinambungan. Motivasi berprestasi tersebut diukur dengan menggunakan
instrumen motivasi berprestasi yang dikembangkan berdasar indikator – indikator
yang akan dikembangkan, Dalam penelitian ini hasil pengukuran motivasi
berprestasi akan dikelompokkan menjadi 2 ketagori, yaitu tinggi dan rendah.
Ketiga, pembatasan pengertian hasil
belajar siswa. Yaitu penguasaan materi oleh siswa yang merupakan akumulasi
hasil kegiatan belajar yang dilakukan, dinyatakan dalam bentuk angka
(kuantitatif), yang diukur dengan menggunakan tes hasil belajar.
- D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah
tersebut di atas, maka permasalahan yang diteliti dirumuskan sebagai berikut:
1.
Apakah penerapan metode debat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap hasil
belajar siswa?
2.
Adakah pengaruh motivasi belajar rendah dan tinggi terhadap perolehan hasil
belajar siswa ?
3.
Apakah ada interaksi antara penerapan metode debat dan
motivasi terhadap hasil belajar siswa?
- E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di
atas, rumusan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Membuktikan Apakah penerapan metode debat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap hasil belajar siswa
- Membuktikan Adakah pengaruh metode debat pada motivasi belajar terhadap perolehan hasil belajar siswa
- Membuktikan apakah ada interaksi antara penerapan metode debat dan motivsi terhadap hasil belajar siswa
- F. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang diharapkan akan
diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Bagi siswa
Diharapkan untuk memberi pilihan
berbagai macam metode pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menyesuaikan
gaya belajarnya dan kemampuannya masing-masing. Disamping itu juga untuk
memberikan pilihan dan mengenalkan berbagai alternatif strategi dan metode
pembelajaran.
- Bagi guru
- Meningkatkan kemampuan dalam menyampaikan materi pelayanan, khususnya dengan menggunakan berbagai alternatif strategi/metode konstruktivistik.
- Meningkatkan kemampuan menerapkan langkah-langkah praktis penggunaan metode debat dalam pembelajaran pelajaran bahasa Inggris
- Sebagai landasan dalam melakukan penelitian lanjutan, khususnya yang berkaitan dengan masalah penerapan metode debat.
BAB
II
KAJIAN
TEORI DAN HIPOTESIS
- A. Deskripsi Teori
1
Metode Debat
Metode debat merupakan salah satu
metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik
siswa. Materi ajar dipilih dan disunsun menjadi paket pro dan kontra. Siswa di
bagi kedalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari enam orang.
Didalam kelompoknya, siswa (tiga orang mengambil posisi pro dan tiga orang
lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang
ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan
kontra diberikan kepada guru.
Selanjutnya guru dapat mengevaluasi
setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan
mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
Pada dasarnya, agar semua model
berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus
melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung
ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependent)
untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha
berkolaborasi harus di pandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas
kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat
ditentukan untuk memvasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin
bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recoeder), pembuat
kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator
dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar ada dalam konsep atau
pengertian belajar itu sendiri.
Agar proses pembelajaran melalui
metode debat ini lebih efektif, maka penulis akan memberikan gambaran tentang
format debat parlemen Australia yaitu :
- Gambaran umum
- Gambaran umum (Tim Afirmatif) mengajukan sebuah usulan kepada parlemen.
- Pihak oposisi (Tim Negatif) menyanggah usulan tersebut.
- Masing-masing pihak meyakinkan parlemen (Adjudicator)
- Masing-masing mendapat alokasi waktu yang setara untuk mengemukakan pandangannya secara bergantian.
- Pelaku
- Tim Afirmatif beranggotakan 3 (tiga) orang
- Tim negatif berangotakan 3 (tiga) orang
- Tugas masing-masing tim
- Ø Tim afirmatif
- Mendefinisikan topik (motion) yang diajukan
- Memberikan argumentasi yang mendukung
- Ø Tim negatif
- Menyangga topik (motion) yang di definisikan oleh tim afirmatif
- Membangun kasus yang melawan argumentasi tim afirmatif
- Bila tim negatif memandang bahwa definisi yang diajukan oleh tim afirmatif tidak sah, tim negatif dapat menagajukan keberatan dan mengajukan definisi baru. Namun dalam hal ini tidak dapat dilakukan semata-mata karena tim negatif berpandangan bahwa defininya sendiri yang lebih tepat
2
Motivasi
2.1
Pengertian Motivasi
Motivasi merupakan suatu proses
psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan
keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Wahjosumidjo (1992:174). Dan
motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri
seseorang itu sendiri yang disebut instrinsik atau faktor di luar diri yang
disebut faktor ekstrinsik. Faktor di dalam diri seseorang dapat berupa
kepribadian, sikap, pengalaman, pendidikan dll. Sedangkan faktor di luar diri,
dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber, bisa karena guru, pemimpin atau yang
lain.
Kamus Umum Bahasa Indonesia (W.J.S.
Purwadarminta 1990:593) memaknai kata motivasi sebagai l) dorongan yang timbul
pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan
dengan tujuan tertentu; 2) usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau
kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan
yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya.
Winkel dalam Dimyati dan Mudjiono
(2006:84) mengemukakan motif adalah daya penggerak di
dalam diri seseorang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas –
aktivitas tertentu demi tercapainya tujuan. Berelson dan Steiner dalam
Wahjosumidjo (1992:203) menyatakan “a motive as an inner stale
that energies, aclivitivilies or move, (hence motivation) and that directs or
chanel behavior to ward goals”. Sedangkan Duncan Dalam Wahjosumidjo (
1992:203) menyatakan “From a managerial perspective, motivation refers to
any concious attemp to influence behavior toward the accomplishment of
organizational goals”. Terjemahan bebasnya sebagai berikut: Motivasi adalah
suatu usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar supaya mengarah
tercapainya tujuan organisasi.
Dari sumber yang lain ditemukan
bahwa motivasi adalah apa yang membuat orang-orang bertindak atau berperilaku
dalam cara yang mereka lakukan (Amstrong, 1995). Motivasi adalah dorongan
mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia (Dimyati, 2006:80).
Siagian dalam Dimyati (2006:80) menjelaskan: Dalam motivasi terkandung adanya
keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap
dan perilaku individu belajar.
Sedang Duncan (dalam Wahjosumidjo,
1992:178) menyatakan motivasi adalah suatu usaha sadar untuk mempengaruhi
perilaku seseorang agar supaya mengarah tercapainya tujuan organisasi.
Maksudnya, jika seseorang sangat
menginginkan sesuatu dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya maka yang
bersangkutan akan berupaya untuk mendapatkannya. Dengan kata lain seseorang
akan bersedia melakukan pekerjaan apapun untuk orang lain, jika seseorang itu
mempunyai motivasi yang kuat.
Dalam bukunya yang lain Armstrong
(1988) mendefinisikan motif dan motivasi sebagai berikut :Motif adalah sesuatu
yang membuat orang bertindak atau berperilaku dengan cara-cara tertentu,
sifatnya umum, permanen dengan pengalaman yang dibawa secara terus menerus.
Motivasi berarti memberikan dorongan, semangat, dan inspirasi kerja kepada orang
lain untuk bekerja lebih baik dan lebih giat.
Suryabrata (1984:70) menjelaskan
motivasi adalah motif yang sudah menjadi aktif pada saat tertentu, sedangkan
motif dalam keadaan dalam diri seseorang yang mendorong individu untuk
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
Ardhana (1993) menyebutkan motivasi
sebagai unsur yang sangat penting dalam proses pendidikan maupun dalam proses
pelaksanaan tugas dalam kehidupan sehari-hari. Suryana (2003:32) menjelaskan
bahwa motivasi adalah suatu keadaan dalam diri individu yang menyebabkan
seseorang melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam
rumusan yang berbeda, Hudoyo (1981:24) mengcmukakan pengertian motivasi sebagai
kekuatan pendorong yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu dalam mencapai tujuan.
Beberapa ahli tersebut di atas pada
umumnya melihat motivasi dari segi individu, sehingga memberi makna pada
motivasi sebagai dorongan internal. Pada dasamya motivasi memang sangat
bergantung pada faktor internal individu, namun sering juga terjadi
transformasi motivasi akibat faktor eksternal. Dengan kata lain dinyatakan
bahwa ada faktor internal dan faktor eksternal yang dapat memunculkan motivasi.
Hal ini sejalan dengan pendapat Owens dalam Wahjosumidjo (1992:174) yang
memberikan pengertian motivasi sebagai dorongan baik yang datang dari intern
pribadi diri seseorang maupun yang datang dari luar, sehingga membuat seseorang
melakukan sesuatu. Pendapat senada disampaikan oleh Imim (2004:2) menyebutkan
motivasi sebagai tenaga pendorong yang bisa datang dari dalam diri kita
sendiri, tetapi bisa pula datang dari luar.
Dari sekian banyak pendapat tentang
pengertian motivasi, meskipun dengan beragam rumusan, dapat ditemukan garis
singgung yang sama, yaitu bahwa motivasi memiliki karakteristik:
1) Ada
kekuatan pendorong sebagai hasil dari kebutuhan yang muncul secara internal
maupun eksternal.
2) Ada
aktivitas penopang perilaku.
3)
Terarah pada tujuan tertentu.
Jadi motivasi timbul karena adanya
kebutuhan yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas yang terarah pada
satu tujuan. Dalam bentuk yang scderhana motivasi dapat digambarkan dalam
kerangka :
Gambar 2.1 Proses motivasi secara
umum
2.2
Fungsi Motivasi
Motivasi merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap aktivitas belajar. Dengan adanya motivasi berarti ada
dorongan teitentu yang memacu anak untuk belajar. Secara khusus Ngalim Purwanto
(1987:81) menjelaskan bahwa motivasi berfungsi :
1)
Mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak sebagai motor yang memberikan
energi / kekuatan kepada seseorang.
2)
Menentukan arah perbuatan yaitu ke arah perbuatan atau pcrwujudan suatu tujuan
atau cita-cita. Motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang ditempuh untuk
keberhasilan pencapaian tujuan.
3)
Menyeleksi perbuatan seseorang akhimya menentukan perbuatan-perbuatan mana yang
harus dilakukan guna mencapai tujuan dengan membuang perbuatan-perbuatan yang
tidak bermanfaat bagi tujuan.
Motivasi merupakan suatu proses yang
dapat :
2)
Membimbing anak didik ke arah pengalaman-pengalaman di mana kegiatan itu dapat
berlangsung.
3)
Memberikan pada anak didik kekuatan dan aktivitas serta kewaspadaan yang
memadai.
4)
Suatu saat mengarahkan anak didik kepada perhatian kepada tujuan.
2.3
Jenis-Jenis Motivasi
Jenis motivasi ada dua, yaitu motivasi
primer dan motivasi sekunder atau motivasi sosial. Motivasi
primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar. Motif dasar
ini biasanya berhubungan dengan segi biologis atau jasmani manusia. Motivasi
ini muncul berdasarkan insting sehingga tidak perlu dipelajari. Jalaludin
Rahmat (dalam Dimyati, 2006:87) menyatakan diantara insting yang penting adalah
memelihara, mencari makan, melarikan diri, berkelompok, mcmpcrtahankan diri,
rasa ingin tahu, membangun dan kawin. Sedangkan Freud dari sumbcr yang sama
membagi insting menjadi dua, yaitu insting kehidupan (life instincts) yang
berupa makan, minum, istirahat dan memelihara keturunan. Insting yang kedua
adalah insting kematian (death instincts) yang tertuju pada
penghancuran, merusak, menganiaya, membunuh orang lain atau diri sendiri.
Motivasi yang kedua adalah motivasi
sekunder. Motivasi ini dapat dipelajari dan selalu berhubungan dengan orang
lain. Karena itu motivasi ini juga disebut motivasi sosial. Para ahli berbeda
pendapat dalam pembagian motivasi sekunder atau sosial ini. Diantaranya adalah
Thomas dan Znaniecki (dalam Dimyati, 2006:88) yang menyebutkan motivasi spesial
berupa (i) pengaiaman baru, (ii) respons, (iii) pengakuan, (iv) rasa aman.
McCleland menyebut (i) berprestasi, (ii) kasih sayang, (iii) kekuasaan. Ahli
lain, yaitu Maslow dari sumber yang sama merinci motivasi sekunder atas (i)
rasa aman, (ii) kasih sayang dan kebersamaan, (iii) penghargaan, (iv)
aktualitasi diri.
Motivasi juga dapat dibedakan
berdasarkan sumbernya, yaitu motivasi internal dan motivasi eksternal
(Dimyati, 2006:90). Motivasi internal adalah motivasi yang berasal dari
dalam diri sendiri. Sedangkan motivasi eksternal yaitu motivasi yang berasal
dari luar diri seseorang.
Dari wujudnya motivasi dibedakan
atas motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik (Dimyati,2006:91).
Motivasi instrinsik memiliki tenaga pendorong sesuai dengan perbuatan yang
dilakukan, misalnya membaca semata-mata karena dia ingin menguasai ilmu
pengetahuan yang dibaca atau ingin mengetahui jalan ceritanya. Sedangkan
motivasi ekstrinsik merupakan tenaga pendorong yang ada di luar perbuatannya
namun menjadi penyebab misalnya jika seorang anak membaca sebuah buku karena
ada tugas dari sekolah atau karena ingin mendapat nilai bagus kemudian dapat
lulus. Yang perlu digaris bawahi motivasi intrinsik dapat bersifat internal,
berasal dari diri sendiri, dapat juga bersifat eksternal karena muncul akibat
adanya dorongan dari pihak lain, misalnya guru atau orangtua.
3. Hasil Belajar
3.1
Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar seringkali disamakan
artinya dengan prestasi belajar. Pendapat yang umum mengatakan prestasi adalah
sesuatu yang telah didapat melalui atau dengan jalan keuletan kerja yang telah
dilakukan seseorang. Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia (WJS Poerwadarminta,
1985:729) dikemukakan pengertian prestasi adalah “hasil yang telah dicapai,
dikerjakan, dilakukan dan sebagainya”.
Hadari Nawawi (1981:100)
mengemukakan pengertian prestasi sebagai : keberhasilan murid dalam mempelajari
materi pembelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk nilai/skor dan
hasil tes mengenai sejumlah pelajaran tertentu.
Hasan Sadly (1977:904) mengemukakan
pengertian prestasi adalah “Hasil yang dicapai oleh tenaga atau daya kerja
seseorang dalam waktu tertentu”. Sedangkan AD Marimba mengatakan prestasi
adalah kemampuan seseorang atau kelompok yang secara langsung dapat diukur
(1978:143).
Berdasarkan berbagai pendapat
seperti tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi adalah suatu hasil
yang dicapai seseorang dengan menggunakan kekuatan jasmani atau rohani dalam
jangka waktu tertentu.
Mengenai pengertian prestasi belajar
juga terdapat beberapa pendapat. Wasti Sumanto (1982:13) memberikan batasan
pengertian prestasi belajar sebagai hasil belajar maksimal yang dicapai oleh
seseorang murid yang telah melakukan aktifitas belajar. Sedangkan Soetjipto
(1976:109) mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang telah
dicapai dalam menguasai bahan, kecakapan, sikap dan pengertian.
Jadi prestasi belajar akan diperoleh
seseorang setelah melakukan aktifitas bclajar. Hasil atau prestasi belajar
dapat berupa kecakapan, sikap dan ketrampilan. Berdasarkan uraian tentang
belajar, prestasi dan prestasi belajar seperti diatas maka jika disimpulkan
secara luas, prestasi belajar adalah kemampuan yang dimiliki atau yang berhasil
dicapai oleh seorang pelajar yang menunjukkan hasil kerjanya, yang dinyatakan
dengan kualitas atau kuantitas (berupa angka-angka).
Prestasi belajar mempunyai hubungan
yang erat dengan hasil belajar, karena sesungguhnya sangat sulit untuk
membedakan pengertian prestasi dengan hasil. Jadi pengcrtian prestasi belajar
dapat dianggap sama dengan pengertian hasil belajar. Namun sebaiknya kita simak
pendapat yang mengatakan bahwa prestasi belajar bcrbeda secara prinsipil dengan
hasil belajar. Prestasi belajar menunjukkan kualitas jangka waktu yang lebih
panjang, misalnya satu cawu, satu semester, dsb. Sedangkan hasil belajar
menunjukkan kualitas yang lebih pendek, misalnya satu pokok bahasan, salu kali
ulangnn harian, dsb.
Dilihat dari tujuan yang hendak
dicapai, prestasi belajar dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
a)
Prestasi belajar yang berupa kemampuan ketrampilan atau kecakapan didalam
melakukan atau mengerjakan tugas, termasuk didalamnya ketrampilan mcnggunakan
alat.
b)
Prestasi belajar yang berupa kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan mengenai apa
yang dikerjakan.
c)
Prestasi belajar yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku (Hadari Nawawi,
1981:127).
Berdasarkan uraian tersebut diatas
dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar memiliki dimensi yang sangat luas,
meliputi banyak aspek dan dipengaruhi oleh banyak faktor.
3.2 Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar atau prestasi belajar
dipengaruhi oleh banyak faktor. Ngalim Purwanto (1987:106), mengemukakan
faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah : faktor yang berada di
dalam diri individu itu sendiri atau disebut faktor individual, dan faktor
diluar diri individu yang disebut faktor sosial.
Yang termasuk faktor individual
misalnya: tingkat usia atau kematangan, intelegensi atau kecerdasan, motivasi,
dan faktor pribadi. Sedangkan faktor sosial meliputi : status keluarga, keadaan
rumah, guru, lingkungan sekitar, dsb.
Setiap proses belajar, baik yang
berlangsung di rumah, di sekolah atau dimana saja, tentu terdapat faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Namun demikian perlu disadari bersama bahwa belajar sebagai
proses dapat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain: faktor murid, guru,
lingkungan, media, dan lain sebagainya. Kesemua faktor tersebut erat kaitannya
dengan siklus kehidupan manusia. Oleh karena itu belajar dalam arti luas
sebenarnya adalah “proses yang memungkinkan timbulnya atau berubahnya suatu
tingkah laku baru yang bukan disebabkan oleh adanya kematangan atau keadaan
perubahan sementara karena keadaan waktu”. (Hadari Nawawi, 1981:130).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
proses atau kegiatan belajar adalah: Keadaan khusus atau sifat pribadi
seseorang, Keadaan bahan yang dipelajari dan faktor-faktor lain yang
berhubungan dengan metode belajar.
Keadaan khusus atau sifat pribadi
seseorang meliputi faktor-faktor:
- Kemampuan. Setiap orang berbeda dalam hal kemampuan belajar. Ada yang memiliki kemampuan tinggi, sebaliknya ada yang sedang atau rendah. Perbedaan inilah yang menyebabkan perbedaan kemampuan dalam mencapai hasil belajar.
- Kehendak atau kemauan. Kemauan seseorang sangat mempengaruhi corak perbuatan seseorang. Meskipun seseorang mampu mengerjakan sesuatu, akan tetapi tidak memiliki kemauan yang kuat, maka hasil yang diperoleh jtiga akan kurang. Demikian pula sebaliknya.
- Umur. Makin dewasa atau makin bertambah umur seseorang, akan makin bertambah baik proses mentalnya. Namun perkembangan ini ada batasnya pada usia tertentu dan penambahan perkembangan ini tidak selalu sama sepanjang umur seseorang.
- Pembelajaran Berbicara
Menyimak dan berbicara merupakan
ketrampilan berbahasa lisan yang amat fungsional dalam kehidupan manusia
sehari-hari. Betapa tidak karena dengan menyimak dan berbicara kita dapat
memperoleh dan menyampaikan informasi. Hal itu telah kita pelajari bersaama
, bahwa dalam kegiatan berkomunikasi
lisan, kegiatan menyimak dan berbicara merupakan kegiatan yang tidak
terpisahkan. Oleh sebab itu sangatlah beralasan apabila setiap orang,
lebih-lebih peserta didik, di tuntut ketrampilannya untuk mampu menyimak dan
berbicara dengan baik.
Melatih dan meningkatkan ketrampilan
peserta didik dalam berbahasa lian merupakan salah satu tugas guru. Guru yang
berpengalaman dan kreatif rasanya tidak akan mengalami kesulitan dalam memilih
strategi yang tepat untuk memilih tugas itu.
Agar strateginya mencapai sasaran,
maka perlu di perhatikan beberapa prinsip yang melandasi pembelajaran berbahasa
lisan seperti berikut ini :
- 1. Pengajaran ketrampilan berbahasa lisan harus mempunyai tujuan yang jelas yang diketahui oleh guru dan siswa
- 2. Pengajaran ketrampilan berbahasa lisan disusun dari yang sederhana ke yang lebih komplek, sesuai dengan tingkat perkembangan bahasa siswa.
- 3. Pengajaran ketrampilan berbahasa lisan harus mampu menumbuhkan partisipasi aktif aktif pada diri siswa
- 4. Pengajaran ketrampilan berbahsa lisan harus benar-benar mengajar, bukan menguji. Artinya skor yang diperoleh siswa harus dipandang sebagai balikan bagi guru.
- B. HIPOTESIS
Berdasarkan kajian teori yang
diuraikan di atas, dapat dirumuskan hipotesis kerja (Ha) sebagai berikut:
- Penerapan metode debat dapat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap hasil belajar siswa.
- Motivasi belajar tinggi dengan rendah berpengaruh signifikan terhadap perolehan hasil belajar siswa.
- Terdapat pengaruh interaktif penerapan metode debat dan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
- A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian sering disebut
desain penelitian. Mukadis, (2003:44) mengemukakan bahwa rancangan penelitian
merupakan kerangka penelitian yang merupakan alur pelaksanaan kegiatan
penelitian dalam rangka memperoleh, mengumpulkan, menyusun, mengklarifikasikan
dan menganalisa data. Selain itu rancangan penelitian pada dasarnya merupakan
strategi untuk mendapatkan data yang dibutuhkan untuk keperluan pengujian
hipotesis.
Pelaksanaan penelitian ini menggunakan
model rancangan penelitian eksperimen dengan tiga kelompok subyek yang
ditetapkan secara acak. Pelaksanakan eksperimen terdiri dari rangkaian
kegiatan: penetapan kelompok secara acak, pengukuran tingkat motivasi,
pelaksanaan pembelajaran dengan metode debat, serta diakhiri dengan pelaksanaan
tes hasil belajar.
- B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan
di SMA Negeri I Taman dan SMA Negeri 4 Sidoarjo.
Waktu penelitian sejak diajukan
proposal penelitian sampai dengan selesainya penyusunan laporan, diperkirakan
memerlukan waktu selama 3 (tiga) bulan, yaitu mulai bulan Nopember 2010 –
Februari 2011.
- C. Populasi dan Sampel Penelitian
- 1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah siswa
kelas XII semester 1 (satu) tahun pelajaran 2010/2011 SMAN I Taman dan SMAN 4
Sidoarjo jurusan IPS sebanyak 223 siswa. Kondisi dan karakteristik dari 6 kelas
tersebut dianggap telah cukup homogin. Oleh sebab itu, tidak diperlukan
randomisasi sebelum eksperimen dilakukan.
- 2. Sampel
Sampel adalah sejumlah atau sebagian
individu yang diselidiki (Sutrisno Hadi, 1986:71). Pendapat lain menyatakan
sampel adalah sebagian dari populasi terjangkau yang memiliki sifat sama dengan
populasi (Nana Sudjana, 1989:85).
Mengingat jumlah populasi yang 6
kelas, dan desain penelitian ini juga membutuhkan 6 kelas/kelompok, maka sampel
penelitian ini ditetapkan seluruh populasi digunakan sebagai sampel. Dengan
demikian dapat pula dikatakan penelitian ini adalah penelitian populasi.
- D. Variabel dan Definisi Operasional Variabel Penelitian
Menurut Sanafiah Faisal (1982:82),
Variabel ialah kondisi atau karakteristik yang oleh pengeksperimen
dimanipulasikan dalam rangka untuk menerangkan hubungan dengan fenomena yang
diobservasi, sedangkan menurut Nana Sudjana (1989:11), menyatakan variabel
adalah ciri atau karakteristik dari individu, obyek, peristiwa, yang nilainya
bisa berubah-ubah. Sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan, dalam
penelitian ini dapat diidentifikasi variabel-variabel sebagai berikut:
1)
Variabel Bebas.
Yang berkedudukan sebagai variabel
bebas dalam penelitian ini adalah Penerapan metode debat.
2)
Variabel Terikat
Yang berkedudukan sebagai variabel
terikat pada penelitian ini adalah hasil belajar siswa.
3)
Variabel Moderator
Yang berkedudukan sebagai variabel
moderator pada penelitian ini adalah: Motivasi siswa.
E. Instrumen Penelitian dan
Pengumpulan Data
- 1. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah
alat-alat yang digunakan untuk memperoleh atau mengumpulkan data dalam rangka
memecahkan masalah penelitian atau mencapai tujuan penelitian. (Mukadis,
2003:71). Instrumen penelitian adalah alat pada waktu penelitian menggunakan
sesuatu metode. Misalnya instrumen untuk metode tes adalah soal tes, instrumen
untuk metode questioner atau angket adalah angket/questioner, untuk metode
observasi adalah chek list, dan seterusnya (Suharsimi Arikunto, 1983:121).
Instrumen yang digunakan untuk
mengumpulkan data penelitian ini adalah:
1)
Silabus, yaitu instrumen yang digunakan untuk pengembangan perlakuan yaitu
penerapan metode debat.
2) Tes
hasil belajar, yaitu instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data variabel
terikat hasil belajar siswa.
Tes yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu tes kemampuan (ability test). Jenis tes berupa tes buatan guru
(teacher-made test) karena yang ingin diketahui adalah hasil belajar.
3)
Questioner motivasi, yaitu instrumen yang digunakan untuk mengukur
variabel moderator.
1.1
Analisis Validitas Instrumen
Analisis validitas dimaksudkan untuk
membuktikan validitas (kesahihan), yaitu apakah pertanyaan-pertanyaan dalam
angket mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh tes/angket tersebut.
Yang akan diukur dalam hal ini adalah prestasi belajar dan motivasi belajar
siswa.
Lebih lanjut menurut Nana Sudjana
(1989:264) pengembangan butir soal untuk acuan kriteria, tingkat kesukaran, dan
daya pembeda tidak diperhatikan, karena maksud soal ini bukan membedakan siswa
yang pintar dan bodoh, tetapi melihat tingkat penguasaan seseorang terhadap
tujuan instruksional.
1.2
Analisis Reliabilitas Instrumen
Sebuah tes/angket dikatakan reliabel
(andal) jika jawaban-jawaban yang diberikan responden atas
pertanyaan-pertanyaan dalam tes/angket konsisten atau stabil.
Sedangkan untuk mengetahui
reliabilitas instrumen digunakan pedoman, pengambilan keputusan sebagai
berikut: jika koefisien Alpha (hasil analisis) > r-tabel
berarti reliabel. Sebaliknya jika koefisien Alpha (hasil analisis) < r-tabel,
maka instrumen dinyatakan tidak reliabel.
Hasil analisis reliabilitas
instrumen (angket dan tes) yang dinyatakan dengan koefisien Alpha, berdasarkan
rangkuman hasil analisis sebagaimana disajikan pada tabel di atas, diketahui
bahwa untuk angket sebesar: 0,9546, dan untuk tes sebesar: 0,9804.
Koefisien Alpha tersebut jauh diatas
nilai r-tabel, maka instrumen penelitian baik angket maupun
tes hasil belajar dinyatakan reliabel.
- 2. Teknik Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data penelitian
ini meliputi pelaksanaan perlakuan, dan pengukuran variabel-variabel
penelitian. Pelaksanaan perlakuan di masing-masing kelas dilakukan sendiri oleh
peneliti karena memang mengajar mata pelajaran yang bersangkutan.
Data variabel moderator (motivasii)
dikumpulkan pada awal pelaksanaan eksperimen, menggunakan questioner yang telah
disusun. Yang dimaksud angket/questionare menurut Suharsimi Arikunto (1983:124)
sebagai berikut: ”Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan
untuk mernperoleh informasi dan responden dalam arti laporan tentang diri pribadinya,
atau hal-hal yang ia ketahui” Suharsimi Arikunto (1983:125-126) lebih lanjut
juga memaparkan bahwa kuesioner memiliki banyak keuntungan/keunggulan.
F. Teknik
Analisis Data.
- 1. Jenis Analisis Data.
Teknik analisis data yang akan
digunakan meliputi 2 jenis, yaitu:
1)
Analisis statistika deskriptif, digunakan untuk mendeskripsikan data-data yang
diperoleh untuk masing-masing variabel. Analisis deskriptif akan disajikan
dengan tabel-tabel dan gambar/grafik untuk data yang diperoleh dari masing-masing
variabel.
2)
Analisis statistika inferensi, digunakan untuk:
- Melakukan uji asumsi, yaitu untuk memenuhi syarat sebelum dilakukan uji statistika inferensi dengan Anava. Uji asumsi dilakukan untuk mengetahui normalitas dan homogenitas varians. Jika hasil uji normalitas dan homogenitas menunjukkan taraf signifikansi (sign.) < 0,05 (5%) berarti tidak signifikan, berarti skor tes hasil belajar 3 kelompok subyek (yang diberi perlakuan berbeda) berdistribusi normal dan homogin. Sebaliknya jika hasil uji normalitas dan homogenitas menunjukkan taraf signifikansi (sign.) < 0.05 (5%) berarti signifikan, artinya skor tes hasil belajar 3 kelompok subyek distribusinya tidak normal atau tidak homogin.
- Melakukan uji statistik untuk pengujian hipotesis, dalam hal ini akan dilakukan dengan: Teknik analisis varians (Anava) 2-jalur.
Sebelum dilakukan analisis varians
(Anava) sebagaimana ketentuan yang dipersyaratkan, terlebih dahulu seluruh data
akan dilakukan uji asumi, untuk mengetahui normalitas distribusi data dan
homogenitas varians seluruh data.
Sedangkan format tabel kerja
persiapan analisisnya adalah:
Tabel 3.3: Format tabel kerja untuk
persiapan analisis
Nomor
Responden
|
Motivasi
|
Hasil
Belajar
|
||
Skor
|
Kode
*)
|
Skor
|
Metode
debat
|
|
1
|
1
|
|||
2
|
2
|
|||
3
|
1
|
|||
4
|
1
|
|||
5
|
1
|
|||
6
|
2
|
|||
N
|
||||
Jumlah
|
Keterangan :
*) Kode 1 = Motivasi Tinggi
Kode 2 = Motivasi rendah
Untuk memudahkan seluruh proses
analisis, dan agar lebih meyakinkan hasil analisis data, dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak SPSS for windows Version 16.00.
- 2. Norma Keputusan Pengujian Hipotesis.
Setelah seluruh data dianalisis dan
diketemukan hasilnya, kemudian dikonsultasikan dengan norma keputusan untuk
mempermudah penafsiran hasilnya. Norma keputusan yang digunakan untuk pengujian
hipotesis adalah:
- Jika signifikansi hasil analisis (Sign.) < 0.05 (5%), berarti signifikan, artinya hipotesis kerja (Ha) diterima, Hipotesis nihil (Ho) ditolak.
- Jika signifikansi hasil analisis (Sign.) > 0.05 (5%), berarti tidak signifikan, artinya hipotesis kerja (Ha) ditolak, Hipotesis nihil (Ho) diterima.
DAFTAR
PUSTAKA
A.D. Marimba, 1978, Psikologi
Perkembangan, Jakarta, Aksara Baru.
A.D. Rooijakkers, 2005, Mengajar
Dengan Sukses, Jakarta, Grasindo.
Ardhana, W. 1992. Konsepsi Metode
Penelitian dalam Bidang Teknologi Pembelajaran Jurnal Teknologi Pembelajaran:
Teori dan Penelitian, 1(1): 1-12.
Armstrong, Thomas, 2002, Sekolah
Para Juara, Bandung, Kaifa.
Daly, Laura, 2010, Master of Arts
Teaching and Leadership Program, Saint Xavier University, Chicago,
Illinois, di akses selasa 24 Agustus 2010 jam 13.32
Degeng, Nyoman Sudana, 1989, Ilmu
Pengajaran Taksonomi Variabel, Jakarta: PPLPTK.
Dimyati dan Mudjiono, 2006, Belajar
dan Pembelajaran, Jakarta, Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru
dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta.
E. Mulyasa, 2005, Menjadi Guru
Profesional, Bandung, PT Remaja Rosdakarya.
Hadari Nawawi, 1991, Metode-Metode
Mengajar, Jakarta, Pustaka Pelajar.
Hasan Sadely 1997, Didaktik
Asas-Asas Mengajar, Bandung, Angkasa.
Hudojo, Herman, 1981, Interaksi
Belajar Mengajar Matematika, Jakarta, P2LPTK.
Mukadis, 2003, Metodologi
Penelitian Pendidikan, Surabaya University Press, IKIP Surabaya.
_____________________, 2004, Psikologi
Pembelajaran dan Pengajaran, Pustaka Bani Quraisy.
Nana Sudjana, 1986, CBSA
Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung, Cemara
Ngalim Purwanto, 1995, Prinsip-Prinsip
Proses Belajar Mengajar, Jakarta, Tintamas.
Priyana, Joko, 2008,
Interlanguage : English for Senior High SchoolStudents XII, Jakarta,
Grasindo
Rumpf, Emily, 2010, The Influence of
secondary Social studies Teachers’ opinions of Teaching and Learning,ERIC
YOURNALS, di akses selasa 24 Agustus 2010, jam 13. 53
Sanjaya, Wina, 2007, Strategi
Pembelajaran (Berorientasi standar proses pendidikan), Jakarta, Kencana
Prenada Media Group.
Th.M. Sudarwati, 2007, An English
Course for Senior High School Students Year XII, Jakarta, Airlangga
Suharsimi Arikunto, 1993, Prosedur
Penelitian Suatu Pengantar, Bandung, Tarsito.
Suryabrata, B., 1984, Proses
Belajar Mengajar di Sekolah, Rineka Cipta, Jakarta.
Sutrisno Hadi, 1996, Metodologi
Research jilid I, Yogyakarta, Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.
Wahjosumidjo, 1992, Kepemimpinan
dan Motivasi, Jakarta, Ghalia Indonesia.
Winatapura, Udin, S., 2002, Strategi
Belajar Mengajar, Jakarta, Universitas Terbuka.
WJS. Poerwadarminto 1987, Kamus
Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta